Apabila anda mengalami kecelakaan berupa luka dikaki maka jangan pernah menganggap sepele. Apalagi bila anda pengidap penyakit diabetes, bisa-bisa terjadi radang dan berakhir pada amputasi.
Menurut para pakar medis Australia, merawat dan mengelola lika adalah tantangan klinis utama abad ke-21. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan mutahir, puluhan ribu pasien diabetes di Indonesia bisa terbantu.
Pakar biokimia dan biomedis Profesor Helen Edwards dan Profesor Zee Upton mengatakan Indonesia memiliki populasi penderita diabetes terbesar keempat di dunia. Sementara itu radang kaki diabetes menjangkiti hampir 25 persen pasien diabetes yang menyebabkan 85 persen dari semua amputasi diabetes. Demikian keterangan tertulis yang dikirimkan Kedubes Australia pada detikHealth, Rabu (20/2/2013).
Dampak sosial dan ekonomi muncul sebagai dampak radang kaki pada pasien diabetes. Sebab keluhan tersebut meningkatkan jumlah rawat inap dan biaya perawatan. Karena menginap di rumah sakit dan butuh pendampingan keluarga, maka kemampuan kerja pasien dan keluarganya menurun.
Kedubes Australia yang menggelar seminar tentang Inovasi Pengelolaan Luka: Pengembangan Teknologi, Alat dan Terapi serta Aplikasi Klinis mengharap bisa memberi sumbangsih pada pengembangan praktik pengelolaan luka yang semakin baik. Selain itu juga diharapkan kegiatan tersebut mampu memperkukuh kerja sama penelitian dengan Australia.
Kedubes Australia menilai penelitian dalam penyembuhan luka dan jaringan sel secara relatif masih kurang berkembang. Selain itu juga belum menerapkan pendekatan-pendekatan bioteknologi modern dan biomaterial yang inovatif, atauoun praktik klinis berdasarkan-bukti.
Seminar itu dihadiri oleh ahli biokimia dan biomedis, Profesor Helen Edwards dan Professor Zee Upton. Keduanya sama-sama berpengalaman dalam pengelolaan luka, di mana Profesor Upton pernah melakukan penelitian tentang dasar biologis penyembuhan luka. Sedangkan Professor Edwards memperoleh pengakuan internasional atas karyanya dalam bidang penuaan, penyakit kronis, dan pengelolaan luka.
Baru-baru ini keduanya juga mendirikan Pusat Penelitian Inovasi Pengelolaan Luka di Queensland University of Technology. Proyek senilai senilai A$ 110 juta ini memfokuskan kegiatan pada pengembangan terapi, diagnosa dan intervensi klinis yang efektif.
Pakar biokimia dan biomedis Profesor Helen Edwards dan Profesor Zee Upton mengatakan Indonesia memiliki populasi penderita diabetes terbesar keempat di dunia. Sementara itu radang kaki diabetes menjangkiti hampir 25 persen pasien diabetes yang menyebabkan 85 persen dari semua amputasi diabetes. Demikian keterangan tertulis yang dikirimkan Kedubes Australia pada detikHealth, Rabu (20/2/2013).
Dampak sosial dan ekonomi muncul sebagai dampak radang kaki pada pasien diabetes. Sebab keluhan tersebut meningkatkan jumlah rawat inap dan biaya perawatan. Karena menginap di rumah sakit dan butuh pendampingan keluarga, maka kemampuan kerja pasien dan keluarganya menurun.
Kedubes Australia yang menggelar seminar tentang Inovasi Pengelolaan Luka: Pengembangan Teknologi, Alat dan Terapi serta Aplikasi Klinis mengharap bisa memberi sumbangsih pada pengembangan praktik pengelolaan luka yang semakin baik. Selain itu juga diharapkan kegiatan tersebut mampu memperkukuh kerja sama penelitian dengan Australia.
Kedubes Australia menilai penelitian dalam penyembuhan luka dan jaringan sel secara relatif masih kurang berkembang. Selain itu juga belum menerapkan pendekatan-pendekatan bioteknologi modern dan biomaterial yang inovatif, atauoun praktik klinis berdasarkan-bukti.
Seminar itu dihadiri oleh ahli biokimia dan biomedis, Profesor Helen Edwards dan Professor Zee Upton. Keduanya sama-sama berpengalaman dalam pengelolaan luka, di mana Profesor Upton pernah melakukan penelitian tentang dasar biologis penyembuhan luka. Sedangkan Professor Edwards memperoleh pengakuan internasional atas karyanya dalam bidang penuaan, penyakit kronis, dan pengelolaan luka.
Baru-baru ini keduanya juga mendirikan Pusat Penelitian Inovasi Pengelolaan Luka di Queensland University of Technology. Proyek senilai senilai A$ 110 juta ini memfokuskan kegiatan pada pengembangan terapi, diagnosa dan intervensi klinis yang efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar